Taman Sekanak Lambidaro Terabaikan, Pengamat: Objek Keindahan, Jadi Objek Merusak Pemandangan
Pojok Berita — Ikon wisata Sekanak Lambidaro Palembang, yang dahulu menjadi tempat favorit masyarakat untuk bersantai dan menikmati pemandangan sungai, kini mengalami kondisi memprihatinkan. Tempat wisata yang terletak di Jalan Radial hingga Jalan Merdeka ini menurun drastis kebersihannya.
Pengamat Sosial dan Politik, Bagindo Togar, menyatakan bahwa objek keindahan ini telah terabaikan seiring berjalannya waktu. Yang semula menjadi objek prestasi dan perhatian besar, kini merusak pemandangan dan menjadi pemborosan anggaran.
“Kalau hal yang baru objek yang baru ini, format baru itu besar perhatian dan bahkan dianggap jadi prestasikan, tapi lama-kelamaan lama-kelamaan mulai terabaikan. Objek Keindahan, jadi objek merusak pemandangan,” ujar Bagindo saat dihubungi via telepon, Jumat (14/07/2023).
“Setelah selesai (dibangun), biarkan alam yang merawat, itu kebiasaan kita,” tambahnya.
Masih menurut Bagindo, tingginya debit air pada musim kemarau menyebabkan bau yang tidak sedap. Meskipun demikian, upaya pencegahan seharusnya dilakukan oleh dinas terkait, termasuk integrasi dari tingkat terkecil, seperti RT dan RW, hingga dinas terkait untuk merawat lingkungan ini.
“Bagaimana mengatur debit dan volume air di aliran sungai lambidaro. Itu Urgent. Sudah kebayang ketika musim kemarau ini aromanya luar biasa (bau). Apalagi masih banyak sebagai warga yang membuang sampah di Sungai,” tegas Bagindo.
“Penggunaan pompa bisa jadi solusi, misal kalau debit air kurang, pompa bisa bantu mengaliri,” tambah bagindo.
Sementara, ketika dihubungi Sumselindependen.com, Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang, Drs. Kgs. H. Sulaiman Amin, menjelaskan bahwa perawatan Sekanak Lambidaro Palembang masih menjadi tanggung jawab Balai Besar Sungai, bukan Pemerintah Kota Palembang.
“bukan aset kita (red: Untuk perawatan Sungai), kami kan cuma bantu mengisinya saja, Kita kan hanya meminjam (lahan), itu ke balai besar sungai. Itu kan aset (milik) balai besar sungai bukan Pemerintah Kota Palembang,” ujar Sulaiman.
Sulaiman juga menyoroti kurangnya dukungan dari warga sekitar, padahal kegiatan yang diadakan di Sekanak Lambidaro Palembang juga bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.
“Bukan menolak, Ada beberapa pihak yang kurang mendukung adanya kegiatan disana,” tambahnya.
Saat ditanya mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kondisi tersebut, Sulaiman menjelaskan bahwa kembali ke Balai Besar Wilayah Sungai. Pemerintah Kota Palembang harus mengajukan izin terlebih dahulu jika ingin melakukan perbaikan, karena tempat wisata tersebut masih menjadi milik Balai Besar Sungai.
“Karena kita tidak bisa buat apa-apa disitu karena masih milik balai besar sungai. Misal Kita mau melakukan apa-apa harus izin dulu disana. kalau boleh Iya kalu tidak bagaimana?,” tandasnya.
Diketahui, Sekanak Lambidaro Palembang yang dulunya dikenal dengan kebersihannya kini tampak terbengkalai. Sungainya yang keruh dan berwarna hitam menimbulkan bau yang tidak sedap, yang tentunya mengganggu kenyamanan pengunjung. Perahu wisata yang dulu menjadi daya tarik utama juga terlihat terbengkalai dan rusak di tepian sungai tanpa adanya upaya perawatan dari pihak berwenang.
Masalah tidak berhenti di situ, ketika media Sumselindependen.com menelusurin tempat tersebut, sejumlah dinding di sepanjang sungai Sekanak Lambidaro juga penuh dengan tulisan-tulisan yang merusak keindahan alam dan mengganggu kenyamanan pengunjung. Keadaan ini semakin memperburuk citra tempat wisata yang dulunya terkenal.
Yus, seorang warga sekitar, menyatakan kekecewaannya terhadap kondisi Sekanak Lambidaro Palembang. Ia mengungkapkan bahwa sejak beberapa bulan lalu, festival yang biasanya diadakan pada malam Sabtu dan Minggu telah berhenti. Akibatnya, tempat wisata ini terbengkalai dan tidak terurus. Namun, meskipun demikian, masih banyak warga yang datang untuk bersantai di malam hari meski kondisi sungai sudah keruh dan baunya tidak sedap.
“Semenjak festival Sekanak Lambidaro tidak aktif lagi, wisata ini jadi terbengkalai dan tak terurus namun malam hari masih banyak warga yang datang untuk bersantai di sini walaupun air sungai sudah keruh dan baunya tidak sedap,” ungkap Yus pada Rabu (12/07/2023).
Dita, seorang pengunjung lainnya, juga merasa sedih melihat kondisi perahu-perahu yang dulunya indah kini terbengkalai, dipenuhi lumpur dan berkarat di tepian sungai. Ia berharap pemerintah dapat memperhatikan kembali tempat wisata ini, mengingat besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk membangunnya.
“Perahu yang dulunya bagus kini penuh dengan lumpur dan berkarat, tidak dirawat di tepian sungai. Saya berharap pemerintah dapat memperhatikan kembali wisata ini, mengingat besarnya biaya yang telah dikeluarkan saat membangunnya,” kata Dita. (tim)