SP PLN Ingatkan Komisi VII Periode 2024-2029 Konsisten Batalkan Power Wheeling
Pojok Berita – Anggota Komisi VII DPR RI periode 2024-2029 yang baru saja dilantik diingatkan untuk meneruskan konsistensi dalam menolak skema power wheeling pada RUU EBET. Peringatan ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP Serikat Pekerja PT PLN (Persero), Abrar Ali, pada Selasa (1/10/2024) di Jakarta.
“Terlebih dahulu kita ucapkan selamat kepada anggota DPR RI yang baru ini (2024-2029). Tidak lupa juga kita ingatkan agar anggota DPR RI periode yang baru ini, khususnya Komisi VII-nya untuk tetap konsisten melanjutkan program kerja Komisi VII sebelumnya, yang dengan tegas menolak skema Power Wheeling masuk dalam RUU EBET,” ucap Abrar.
Penolakan terhadap power wheeling dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada kesejahteraan rakyat. Abrar menegaskan bahwa wakil rakyat seharusnya memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir pengusaha.
SP PLN memberikan apresiasi tinggi terhadap sikap tegas Komisi VII periode 2019-2024, terutama kepada Mulyanto dari Fraksi PKS yang lantang menolak power wheeling. Sikap tersebut dinilai bijak dan patriotik karena power wheeling dianggap sebagai bentuk liberalisasi sektor kelistrikan yang merugikan negara.
“Kita sangat mengapresiasi sikap anggota Komisi VII DPR RI periode 2019-2024, khususnya Pak Mulyanto dari Fraksi PKS yang dengan tegas menolak power wheeling masuk dalam RUU EBET. Kita harapkan sikap bijak dan patriotik demikian dilanjutkan Komisi VII yang baru ini, khususnya dari Fraksi PKS, begitu juga dengan Fraksi PDIP untuk tetap konsisten membela rakyat Indonesia sebagaimana sikap FPDIP ketika menerima audiensi DPP SP PLN,” ungkap Abrar.
Mulyanto berargumen bahwa skema power wheeling bertentangan dengan konstitusi yang mengamanatkan negara untuk menguasai sektor energi strategis, termasuk kelistrikan. Jika power wheeling diterapkan, swasta akan leluasa memproduksi dan menjual listrik langsung ke masyarakat dengan memanfaatkan jaringan transmisi PLN. Akibatnya, harga listrik akan ditentukan oleh mekanisme pasar dan masyarakat berpotensi terbebani dengan tarif yang tinggi.
Lebih lanjut, Abrar menyatakan kesiapan SP PLN untuk memberikan masukan kepada Komisi VII terkait dampak buruk power wheeling. Ia mendesak agar power wheeling dihapus dari RUU EBET untuk mencegah kerugian negara dan masyarakat di kemudian hari.
“Nilai mudharatnya, lebih besar dibanding manfaat yang akan diperoleh negara dan masyarakat. Sangat bijak dan patriotik apabila menghapusnya dalam RUU EBET, sehingga tidak ada lagi pembahasannya pada masa-masa mendatang. Dan, sampai kapanpun, kita (SP PLN) akan terus bersuara menolak power wheeling karena sangat tidak Pancasilais, bertentangan dengan norma hukum dan konstitusi yang ada,” bebernya.
Abrar menyimpulkan bahwa power wheeling merupakan bentuk ketidakadilan karena hanya menguntungkan segelintir pengusaha, sementara rakyat harus menanggung beban tarif listrik yang lebih mahal. (ril)